lelaki yang mengubah dirinya menjadi angin. supaya ia
dapat bergelung manja dalam paru-paru kekasihnya. kekasihnya cuma satu,
yang itu itu saja. tak peduli ia hinggap pada ribuan dada, tapi baginya,
kekasihnya cuma satu, yang itu itu juga.
***
"hhh..."
kekasihnya menghembuskan nafas berat. sangat berat. dan mereka tak
pernah benar-benar tahu, mengapa mereka tak pernah bisa mencegah diri
sendiri untuk menemui yang lain. sementara dia semakin sadar bahwa dia
tak akan mampu melalui hari tanpa sejenak memandang wajah kekasihnya.
meski itu hanya uuntuk sebentar saja.
" di kehidupan kali ini,aku tak bisa memberimu apa-apa, bahkan sekedar harapan pun aku tak bisa."
"
kau tahu, aku tak butuh apapun darimu. aku hanya ingin kau tahu bahwa
aku menyayangimu. dan yang aku butuhkan hanyalah, ketika aku lewat di
depan jendela ini, engkau ada di dalam sana. aku akan berhenti sejenak,
memandangmu, memelukmu melalui mataku. itu saja."
sepeti
biasa, pagi ini dia mengarungi tangga itu. satu, dua, tiga, dan
seterusnya. hingga pada hitungan kesekian, jantungnya akan berdetak
lebih kencang sebelum dia menolehkan kepalanya ke sebelah kiri,
memandang menembus kaca jendela tempat kekasihnya berdiam di dalamnya.
dan setelah dua detik yang sesuatu itu, dia akan segera mempercepat
langkah, melipat jarak yang disimpan anak tangga sesudahnya. berlalu,
membawa semua rindu. kemudian pada jam jam sesudah itu, kekasihnya akan
merubah diri menjadi perahu. yang tak henti hilir mudik merenangi
kepalanya, menerangi setiap langkahnya.
dan mereka
bertemu lagi pada akhirnya. kekasihnya terlahir ke dunia sebagai orang
biasa. sebagai manusia. dengan kehidupan yang biasa biasa juga. lahir,
tumbuh, sekolah, bekerja, menikah, kemudian menjadi ayah. maka yang tak
biasa adalah hari ketika mereka dipertemukan. dia bertemu dengan
kekasihnya ketika kekasihnya telah menjadi seorang ayah, membuatnya tak
henti meratap dengan hati yang terbelah-belah.
dia,
dialah yang harus berlalu. berlari. melayang. terbang. di kehidupan kali
ini dia terlahir sebagai entah. dimana dia bisa menjadi apa saja yang
dia minta kepada dewata. sebab milyaran kebaikan yang dia tanam di
kehidupan sebelumnya telah membuat dewata jatuh cinta. hingga tanpa
ragu, dewata memberikan selembar tiket emas kepadanya. tiket yang dapat
dia gunakan untuk mengubah dirinya menjadi apa saja. apa saja.
setelah
mengumpulkan belahan-belahan hatinya yang tadi sempat berhamburan, dia
segera mengambil langkah menuju dewata, untuk meminta kepadanya supaya
mengubah dirinya menjadi batu. bongkahan mineral yang akan kekasihnya
sentuh, genggam, untuk kemudian ditanam. maka, dia akan mengarungi sisa
hidupnya sebagai sebongkah batu. batu fondasi rumah kekasihnya. rumah
idaman, lambang kesejahteraan, dimana kebahagiaan kekasihnya adalah hal
yang harus dia prioritaskan. dan yang lebih utama dari segalanya, dia
akan bisa terus bersama kekasihnya. kekasihnya yang satu, yang itu itu
juga.
dan juga, ini adalah sebuah peng-impasan dia
punya hutang. sebab dulu, dulu sekali. di kehidupan yang entah keberapa
kali, dia pernah sekali ditakdirkan untuk menjadi sebongkah batu. kala
itu, kekasihnya--entah mengapa--terlahir sebagai seorang raja berlumur
dosa, yang harus menanggung kutukan dari dewata.
disepanjang
usia kekasihnya sebagai raja yang pendosa itu, kekasihnya diharuskan
mendorong, menggelindingkan, mengangkat dan atau memanggul sebongkah
batu dari sebuah lembah ke puncak bukit tempat dewata tengah duduk
bersila. ketika kekasihnya telah berhasil membawa batu itu--yang tak
lain dan tak bukan adalah si dia-- sampai ke puncak bukit, kekasihnya
harus membiarkan dia jatuh, menggelinding kembali menuju lembah di bawah
sana, di kaki bukit sana. lalu kekasihnya akan berjalan kembali
menuruni bukit, menemui dia dilembah di kaki bukit, kemudian
menggelindingkan, mendorong, mengangkat, dan, atau memanggul dia untuk
membawa dia ke puncak bukit sana. setelah sampai puncak, kekasihnya
harus membiarkan dia menggelinding menuju lembah di kaki bukit sana.
membawanya ke puncak lagi. membiarkannya menggelinding menuju lembah
lagi. membawanya ke puncak lagi. demikian seterusnya di sepanjanang
mereka punya usia. hingga telah cukup bagi dewata atas penghapusan
kekasih punya dosa. tapi, yang lebih utama dari segalanya, betapapun
pedihnya, dia bisa terus bersama kekasinya, yang satu, yang itu itu
juga.
hari berganti minggu. bulan berganti tahun. dia tetap
setia sebagai batu fondasi rumah kekasihnya. kini kekasihnya telah
menjadi manusia yang bukan hanya ayah, tapi juga kakek.
tahun
berganti windu. windu berganti dasawarsa. hingga tiba saatnya ketika
istri kekasihnya itu telah lebih dulu berpulang menuju dewata.
mencukupkan kisahnya. anak anak kekasihnya telah menjadi orang semua,
telah ,menjadi ayah juga. kemudian pada suatu malam, dia mendengar
kekasihnya berbicara kepadanya. dia selalu tahu kapan kekasihnya itu
berbicara kepadanya, atau tidak kepadanya.
"aku ingin berhenti."
" berhenti dari apa ?"
" dari kehidupan ini."
" mau jadi apa kita setelah ini ?"
" aku tak tahu."
"..."
" aku hanya ingin berhenti. aku lelah."
" aku ikut."
"kemana ?"
" kemanapun kamu pergi."
" serius ?"
"iya."
" kau mau ikut kemanapun aku pergi ?"
" iya. yakin."
" awas ya, kalau gak ikut. aku tinju kau."
lalu mereka sama sama tertawa. mungkinkah kekasihnya yang manusia renta sanggup meninju dia yang batu ?
lalu
mereka berpelukan. menyatukan masa lalu dan masa depan. dia merubah
dirinya menjadi angin, pun kekasihnya. dia terbang, kekasihnya terbang.
tak ada lagi dia dan kekasihnya. mereka telah menjadi satu. akulah yang
satu itu. aku.
***
aku melayang, berhamburan. dan aku telah sampai di
hutan ini lagi. tempat dimana kita pernah saling membunuh supaya dapat
menikmati yang lain. rumput ini masih sama, rumput yang itu itu juga.
pada masa itu, masa ketika kita saling membunuh itu, adalah ketika aku
terlahir kedunia sebagai sebilah pedang. dengan takdir yang aku panggul
sebagai sebilah pedang, maka dari waktu ke waktu aku akan mencari darah
untuk mengobati kehausanku. tak terhitung sudah tubuh manusia yang telah
aku belah. dan setiap kali aku berhasil membelah manusia, aku akan
selalu bergumam perlahan. lagi, lagi, lagi. aku semakin tua, dan aku
masih tak tahu kau ada dimana atau terlahir sebagai apa. hingga siang
terik di bulan november itu memperkenalkan kita, dengan kebisuan yang
tanpa kata-kata.
ketika kali ini aku telah ditakdirkan untuk
terlahir kedunia sebagai sebilah pedang, ternyata engkau ditakdirkan
untuk terlahir sebagai darah. kau hidup dan mengalir di dalam tubuh yang
akan dan harus aku belah. tak sabar lagi aku untuk bersegera membelah
tubuh tempat engkau menginduk, aku tak sabar untuk segera menemuimu.
mengakhiri sekian ratus tahun penantianku, pencarianku. cras, cras,
cras.
terbelah sudah. kau bersimbah. maka, untuk kesekian
kalinya, kita telah memenuhkan takdir kita. tapi kenapa tubuhku memanas,
aku meleleh. aku mencair menyimbahi darah, menyimbahimu. melarut
kedalam engkau. setan darimana yang punya ilmu demikian hebatnya, hingga
mampu mengakhiri petualangan pedang sepertiku, yang telah dengan gagah
membelah-belah jutaan manusia.
kelak di kemudian hari, di
kehidupan yang kesekian kali. aku berhasil mengetahui. kala itu, engkau
yang terlahir sebagai darah, ditakdirkan untuk menginduk pada tubuh
seorang raja. raja, yang penobatannya bukan berdasarkan keturunan dan
warisan seperti pada umumnya. tubuh tempat hidup dan tinggal adalah
tubuh seorang raja sejati, dimana ia berhasil menjadi raja berkat segala
kelebihan yang memang dewata anugerahkan kepadanya. ia berhasil menjadi
raja, tak lain dan tak bukan adalah karena dia sendiri punya rakyat
yang memilihnya. bahkan dia sanggup memenangkan gelar raja untuk kedua
kalinya, ketika musim kompetisi digelar kali berikutnya. tapi aku tak
terlalu tertarik dengan tubuh dan kisah sang raja. karena prioritasku
adalah kekasihku, darah yang hidup dalam tubuh sang raja. kekasihku yang
satu, yang itu itu juga.
aku melepuh kemudian meleleh ketika
bertemu kekasihku. darah yang mampu melelehkan besi. bukankahitu lebih
fenomenal dibanding ketika kekasihku harus membawaku menaiki bukit dan
membiarkanku jatuh, membawaku lagi, membiarkanku jatuh lagi ? seluruh
fikiranku tak sanggup membayangkan penebusan dosa yang lebih mengerikan
di banding itu. aku yang kala itu batu, tak henti merapal dua suku kata "
dosa apa... dosa apa..."
mungkinkah sesuatu yang entah, atau
mungkin sesuatu itu juga sejenis dosa telah merasuk ke dalam tubuh raja,
dan merubah kekasihku punya susunan senyawa kimia. aku lebih suka
menyebutnya kimia dibanding biologi. darah yang melelehkan besi ?
demikian aibnya bagi catatan karirku. jutaan tubuh yang telah aku belah.
jutaan pedang lain yang berhasil aku tumbangkan . jutaan besi lain yang
sukses aku hancurkan. tapi aku hanya berakhir melepuh dan bersimbah
hanya bersebab bertemu raja punya darah. tapi di atas semua aib yang
harus aku tanggung, aku dan kekasihku bisa bersama juga pada
akhirnya.mencair dan mengalir, bersama. kekasihku yang satu. yang itu
itu juga.
tapi aku tetap tak bisa berhenti mengusung tanya.
senyawa apa yang sanggup dengan mudahnya melelehkan besi baja yang
ditempa selama jutaan tahun dalam bara. apa yang sedemikian beracun
hingga begitu mematikannya ? apa yang telah ditelan tubuh sang raja
hingga darahnya menjadi demikian berbisa ?
Indonesia, 2013.
# setelah menonton Hancock dan membaca Cintaku Jauh di Komodo-nya Seno Gumira Ajidarma.
*menurut
mitologi yunani, Sisipus mula mula menjadi raja Corinth, kemudian
dikutuk para dewa. setiap hari dia harus mendorong batu karang ke puncak
bukit Tartarus, dan begitu batu ini mencapai puncak, dia harus
melepaskannya kembali, membiarkannya menggelinding ke bawah. begitu batu
ini mencapai kaki bukit, dia harus mendorongnya lagi ke puncak.