Minggu, 18 Januari 2015

Review Hanya Kamu yang Tahu Berapa Lama Lagi Aku Harus Menunggu. Norman Erikson Pasaribu.

Ketika ada seorang sahabat yang juga gemar oret-
oret seperti saya bertanya 'siapa penulis
favoritmu?' Saya tanpa ragu menjawab: Budi
Darma dan Seno Gumira Ajidarma. Tak hanya
berhenti di situ, sahabat saya tersebut menerjang
saya lagi dengan pertanyaan ini: siapa penulis
muda favoritmu, yang masih seumuran kita.

Untuk pertanyaannya kali ini, saya belum bisa
memberikan jawaban yang mapan. Jawaban saya
kala itu kira-kira seperti ini: saya suka si anu, si
anu dan si anu. Tapi saya juga si anu.

Hingga waktu mempertemukan saya dengan
sebuah cerpen yang diterbitkan Koran Kompas
berjudul 'Sepasang Sosok yang Menunggu'.
Mengenai kedahsyatan cerpen tersebut, sampean
tak perlu meragukannya. Karena cerpen tersebut
berhasil menyabet gelar sebagai cerpen terbaik
Kompas pada tahun cerpen tersebut diterbitkan.
Siapa penulis cerpen tersebut? Dialah Norman
Erikson Pasaribu.

Ada satu hal yang membuat
saya jatuh cinta dengan cerpen ini, ialah karena
tokoh didalamnya diberi nama Mary Jane. Dan
entah karena sebatas kebetulankah bahwa jauh-
jauh hari saya pernah menulis oret-oret dengan
nama tokoh Mary Jane juga. Yang karena norak
atau belajar gila, oret-oret saya tersebut--dengan
tokoh Mary Jane didalamnya--adalah saya
maksudkan sebagai kado untuk diri saya sendiri
pada ulang tahun saya yang ke dua puluh tujuh.
Yang dengan demikian berarti saya jauh lebih tua
ketimbang Norman -___- ( menang tua doang )

Selesai dengan Sepasang Sosok yang Menunggu,
saya pun gatal untuk mengetahui lebih banyak apa
saja yang telah ditelurkan oleh Norman ini. Dan
saya menemukan 'Tiga Kata untuk Emilie Mielke
Jr' dan 'Mendaki Bersama Xingjian'. Dari tiga
cerpen yang bisa saya baca bebas di jagat maya
tersebut saya bisa menyimpulkan betapa
spesialnya Norman dalam bercerita. Dia
mengambil sudut-sudut penceritaan yang tak
pernah sampean bayangkan. Benar-benar jleb.

Lalu saya bertemu dengan buku kumpulan cerpen
Norman yang ia atau editornya beri nama: Hanya
Kamu yang Tahu Berapa Lama Lagi Aku Harus
Menunggu. Dan tanpa mengabaikan pencapaian
buku ini sebagai 'Lima Besar Buku Prosa Terbaik
Kusala Sastra Khatulistiwa 2014', saya hanya bisa
berkomentar bahwa ini adalah buku terbajingan
yang pernah saya baca.

Benar-benar bajingan. Saya merasa tercabik-cabik
membacanya. Atau begini maksud saya yang
sebenarnya: Buku. Ini. Telah. Menusuk. Jiwa.
Saya. Tepat. Langsung. Di jantungnya. Yang paling
dalam.

Saya tidak akan mengutip dari dalam buku ini
kutipan favorit saya, karena semua yang tertulis
dalam buku ini adalah favorit bagi saya. Ya,
termasuk bagian dedikasi dan riwayat cetakan ("Ya
emang gue suka kenapa? Masbuloh?"). Tunggu
sampai Sampean membacanya sendiri, dan
rasakan betapa Sampean akan dibuat nangis darah
oleh ke dua puluh cerpen yang digendong buku ini.

Dan ini mulai membosankan menurut saya, ketika
saya mulai berbicara tentang betapa saya telah
jatuh cinta. Juga betapa saya akan memuja-muji
sesuatu yang saya jatuh cintai. Lalu sampailah
saya pada bagian dimana ndlemingan ini harus
saya akhiri dengan kalimat seperti ini: Tanpa
ditanya, saya mengabarkan kepada teman saya
tadi dan juga beberapa teman lainnya bahwa
penulis muda favorit saya adalah: Norman Erikson
Pasaribu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar