Kamis, 17 April 2014

dua bingkai


Apakah telapak tanganmu
berkeringat dan
jantungmu berdetak cepat saat
berada di
dekatnya?
 ITU BUKAN CINTA, ITU SUKA...
Apakah kamu tak bisa
melepaskan pandangan
atau genggaman dari dirinya?
 ITU BUKAN CINTA, ITU NAFSU...
Apakah kamu mengatakan
padanya bahwa setiap
hari dialah satu-satunya
orang yang kamu pikirkan?
 ITU BUKAN CINTA, ITU DUSTA...
Apakah kamu menerima segala
kesalahannya dan
kekuranganya karena itulah
bagian dari dirinya?
 BARULAH ITU CINTA...
Adakah kamu memaafkanya
dan bersedia tetap
bersamanya saat dia
menyakitimu?
 BARULAH ITU CINTA...
Apakah kamu tetap setia
apapun yang terjadi
baik saat gembira maupun
sengsara?
 BARULAH ITU CINTA.

Jane memalingkan wajahnya dari layar monitor yang menampilkan pertanyaan sekaligus jawaban, mendesah perlahan. Jane ingin bertanya kepada dirinya sendiri, cintakah ia kepada Gaston ? .

Mematikan komputer, juga semua lampu di kamarnya. Menelusup kebawah selimutnya dalam gelap.
kala itu usia Jane baru empat belas. Dan jika dia mengilas balik hubungannya dengan Gaston, maka kepolosan, kejorokan dan sifat-sifat kampungan Gastonlah yang membuatnya betah berlama-lama berada didekat Gaston. Dengan semua hal norak yang ada pada dirinya itu, Gaston terlihat sangat orisinil.

Hari-harinya bersama Gaston tak pernah panas, karena Gaston seperti tak memiliki kata tidak dalam kamusnya. Dia hanya punya kata iya untuk Jane, apapun itu. Jane tak hanya ragu mengenai cintakah ia kepada Gaston, tapi dia juga ragu, cintakah Gaston kepada dirinya. Sebab yang ia dapatkan dari Gaston selama ini bukan hanya perhatian dan kasih sayang, tapi lebih dari itu. Gaston mengaguminya, memujanya bahkan.

Ah, ini mulai terasa membosankan. Jane meraba selangkangannya, dia masih perawan. Dia punya kekasih, Mark. Tapi separuh dari dua puluh empat jam hari Jane adalah bersama Gaston. Mungkin Jane memerlukan koin, untuk menentukan siapa yang dulu. Untuk di ajaknya bercinta.

lama selewat tengah malam Jane baru bisa terlelap. Mimpinya berulang-ulang, seperti adegan film yang pitanya rusak. Jane tak pernah memimpikan Gaston, Jane tak pernah memimpikan Barry. Tak peduli betapapun ia ingin, ia tak pernah berhasil membawa Gaston Barry Pawson ke dalam mimpinya. Tak peduli seluruh dunia memanggilnya Gaston, Jane selalu memanggilnya Barry. Jane ingin beda, ia ingin punya sesuatu yang membedakan antara dia dan kawan-kawan Gaston yang lain. Tidurnya lelap, udara dingin. Terjaga sebentar dan menggumam tak jelas saat subuh, reaksi sederhana ketika dia mendengar kesibukan di bawah. Mama selalu bangun pagi-pagi sekali untuk mengurus dapur, jauh sebelud kokok ayam.

Menarik selimutnya lebih rapat, berguling ke kiri, dan terlelap lagi. Di dapur, suasana hangat dan tenteram, mama memasak air di ketel, dan merebus telur pada tungku satunya. Api kompor gasnya mulai berbercak-bercak kemerahan, gasnya sudah mau habis. Pertanda.

tak lama kemudian papa terbangun, dan bergabung dengan mama di dapur setelah menyegarkan muka di westafel.
"Kopi, teh ?"
"Susu saja kurasa."
"Baguslah kalau kau mulai sadar."
"Aku merasa jantungku berdebar tak beraturan sehabis menandaskan segelas kopi atau teh."
"Itu artinya kau sudah tua bangka Pete, jadi mulailah juga berhenti merokok."
"Inilah yang aku suka darimu, Mary-ku sayang."
"Apa ?"
"Kau pandai sekali memanfaatkan peluang. (tergelak lalu melanjutkan) begitu kau tahu aku sadar akan akibat buruk kafein, kau memanfaatkan momen itu untuk membuatku menceraikan istri pertamaku, nikotin."
"Aku tidak bilang begitu."
"Tidak persis begitu memang."
"Aku hanya benci bila menemukan baju-bajumu berlubang disana-sini akibat rokok."
"Percayalah Mary, aku jauh mencintaimu ketimbang rokok."
"Kau mau aku menambahkan madu ?"
"Sedikit saja."
"Pete."
"Ya sayang."
"Usahakan hari ini jangan pulang terlalu larut." Meletakkan susu dan duduk di hadapan papa.
"Mary, kau tahu aku tak pernah membuat diriku untuk pulang terlalu larutkan ?"
"Jane mulai beranjak dewasa."
"Ah ya, putri kecilku."
"Tidakkah menurutmu kurang bagus untuk perkembangannya jika dia hanya bertemu denganmu pada hari minggu ?"
"Mary, restoran tutup pukul 10 malam."
"Aku tahu."
"Tapi aku tak pernah tega untuk langsung tutup pada jam itu, kau tidak berfikir untuk menyuruhku mengusir pelanggan-pelangganku yang tengah asik mengobrol pada jam-jam itu kan ?"
"Tidak harus mengusir, tapi kau memang harus membuat perubahan. Merekrut asisten kurasa bukanlah ide buruk."
...

Suasana pagi menyebar diluar rumah. Pohon-pohon bermandikan cahaya keemasan. Ini hari selasa. Hari pertama liburan musim panas. Papa dan mama masih di dapur. Jane masih ti
dur. Cuaca cerah. Hari yang sempurna, setidaknya sampai papa menghidupkan televisi untuk menonton berita pagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar